21 Oktober 2014, 11.30 pm – Ketika 2 garis itu muncul, saya cukup terkejut lalu tersenyum. Sudah tidak sabar untuk menyampaikan berita ini pada Alvin. Saat itu dia sedang berada di Bandung.
Paginya, saya kirim foto hasil test pack itu dan ternyata reaksinya pun kaget bercampur bahagia. Dan selanjutnya saya menyampaikan kabar gembira ini pada orang-orang terdekat saya. Reaksi mereka semua tentunya sama – they were happy for me.
Kami memberi tahu anak-anak kami bahwa mereka akan mempunyai adik. Saya bertanya pada Nicholas, si sulung,”Nicho mau adiknya cewe apa cowo?”
“Nicho mau adik cowo,” jawabnya.
“Nicho kan udah punya adik cowo satu, kalo satu lagi adiknya cewe aja gimana?”
“Lho Ma, memangnya kita bisa beli ya?” Nicho bertanya dengan polosnya
Sedangkan si bungsu, Nielsen, tidak ingin punya adik lagi… “Nielsen ga mau punya adek lagi”.
Tapi kemudian mereka berdua sepakat ingin mempunyai adik cowok. Dan kami mulai mencarikan nama untuk si kecil. Tentunya nama dengan awalan N.
Saya mengusulkan memberi nama sementara “Nixon” (gabungan antara Nicholas dan Nielsen dibaca Niksen) atau Nicole. Jadi kami memanggil si kecil dengan kedua nama tersebut.
27 Oktober 2012, kami cek ke dokter untuk memastikan kehamilan saya. Menurut tampilan di layar USG, ada kantung kehamilan dengan bentuk sempurna yang terlihat di tempat yang tepat. Walaupun di dalam kantung itu belum terlihat apa-apa, namun dokter mengkonfirmasi bahwa saya hamil. Dihitung dari LMP (Last Menstruation Period), kehamilan saya berusia 6 minggu.
Sepulang dari dokter, kami semua berbunga-bunga. Sebetulnya saya pribadi tidak ingin mengumumkannya pada teman-teman hingga akhir trimester pertama nanti… tapi Alvin tidak tahan untuk tidak mengumumkannya pada dunia. Dia mengupload printout USG tadi di wall Facebooknya. Ucapan selamat dari teman-teman pun berdatangan.
Suasana yang baru dapat kami rasakan. Sayangnya, saat itu kami sedang tidak memiliki pembantu, sehingga porsi pekerjaan rumah menumpuk. Seperti yang dulu-dulu, di minggu-minggu pertama kehamilan saya selalu disertai dengan rasa sakit di bagian pinggul belakang, sehingga gerak-gerak tertentu sangat terbatas. 2 minggu kemudian rasa sakit itu hilang dan saya bisa bergerak lebih nyaman.
Saya pun mulai membongkar baju-baju hamil yang masih saya simpan karena celana sudah mulai sesak. Saya mulai memikirkan akan melahirkan dimana, dengan dokter siapa, di Semarang atau di Melbourne. Memikirkan tentang melahirkan ada sedikit perasaan takut. Hamil dan melahirkan adalah suatu anugrah untuk seorang wanita, namun proses yang harus dijalani (the labour and delivery) bukan sesuatu yang di ‘look forward’ except the thought and the feeling of meeting the gift itself.
Semua berjalan dengan baik hingga satu hari saya ambruk. Kelelahan secara fisik dan mungkin hormon kehamilan yang membuat emosi saya menjadi sangat labil. Saya merasa tidak sanggup untuk menjalaninya. Setiap hari bangun jam 5 pagi menyiapkan anak-anak ke sekolah lalu mengantar mereka dan baru kembali ke rumah minimal jam 3 siang. Setelah itu saya harus mencuci baju, menjemur, menyetrika, mencuci piring-piring kotor, memvacuum dan mengepel lalu menidurkan anak-anak. Begitu cycle nya setiap hari.
Akhirnya, karena saya sangat kelelahan, saya minta pada Alvin untuk mengantar anak-anak ke sekolah sementara saya mengerjakan tugas rumah tangga beberapa jam lalu menjemput anak-anak. Namun tetap saja pada akhirnya saya dan anak-anak terkena flu dan setelah 4 hari flu, hari Minggu 9 November 2014 mulai keluar flek. Saya cukup kaget karena kehamilan-kehamilan sebelumnya tidak pernah bermasalah. Senin, Selasa, Rabu masih keluar flek walaupun tidak banyak. Saya mulai slowing down. Saya coba fokus pada tugas harian yang tidak bisa dikompromi saja.
Kamis, 13 November 2014, saya putuskan untuk cek ke dokter. Dokter yang kemarin saya datangi tidak praktek hari itu, dan akhirnya saya telepon Rumah Sakit lainnya untuk mencari dokter yang praktek hari itu. Puji Tuhan saya mendapat dokter lain yang juga cukup terkenal bagus dan teliti.
Sewaktu saya di USG, dokter bilang kurang jelas dan ukuran janinnya kelihatan lebih kecil dari usianya. Dia menyarankan untuk USG “dalam”. Hm.. despite the joy of being pregnant, selalu ada sisi ‘gak enaknya’ jadi wanita. Selain gejala-gejala fisik yang timbul dari kehamilan seperti mual dan sakit panggul, pemeriksaan fisik juga seringkali membuat kita risih.
USG dari angle yang berbeda memang jauh lebih jelas. Disitu terlihat kalau kantung kehamilan bentuknya tidak sempurna seperti USG pertama kali usia 6 minggu. Sebelah kanan agak pipih, dan betul, size janin menurut USG machine berukuran 6 minggu 2 hari, yaitu 0.54cm. Very small indeed dan belum terlihat ataupun terdengar detak jantung.
Setelah selesai USG, dokter menjelaskan pada kami hasil observasinya. Kantung kehamilan yang sedikit pipih dan ukuran janin yang berbeda dengan usia kehamilan menjadi faktor yang dikhawatirkan sang dokter. Saat itu saya sungguh tidak menyangka kalau kehamilan ini ada ‘masalah’, mengingat dulu-dulu semua berjalan lancar. Saya tanyakan apa yang menjadi penyebabnya? Apakah faktor usia?
Dokter bilang, mungkin juga faktor usia sehingga indung telur yang dibuahi kualitasnya kurang prima. Dokter memberikan 3 jenis vitamin yang semuanya untuk menguatkan kandungan dan membantu pertumbuhan janin untuk 7 hari, dan dijadwalkan untuk kontrol minggu depan.
Sejak cek up hari itu, saya putuskan untuk bedrest dan tidak bepergian selama seminggu. Alvin yang mengantar jemput sekolah anak-anak. Terus terang saya tidak bisa bedrest total karena tetap harus menyiapkan anak-anak sekolah dan mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga. Tapi setidaknya saya tidak keluar rumah.
Jumat pagi perut saya terasa mules dan keluar darah segar, bukan flek. Saya panik dan segera telepon ke rumah sakit untuk konsul dengan bidan. Bidan menyarankan supaya saya bedrest dan apabila ada kontraksi lagi dan keluar darah, maka harus ke rumah sakit.
Sabtu pagi, ketika saya sedang bersantai dengan anak-anak di ranjang dan akhirnya ketiduran, tiba-tiba Alvin telepon, katanya ada Inge dan Teddy di luar rumah. What?? Ngapain mereka kesini ya? I was still in my PJ and having a bad hair day, and all of a sudden they turned up.… tertangkap basah deh! Rumah dalam keadaan gawat darurat karena sudah beberapa hari tidak dipel dan tidak dibereskan. A big mess!
Ternyata mereka datang membawa berkat jasmani – HOLLAND – martabak terang bulan dan martabak telor! God is good… di saat rumah tidak ada ransum hahaha… tiba-tiba saja ada sahabat yang teringat saya. Thanks Inge and Teddy for the surprise (please excuse the messy house).
Hari Minggu ketika anak-anak dan Alvin pergi ke gereja, saya kembali seorang diri di rumah. Bosan tiduran dan Facebook-an terus, akhirnya saya ganti haluan. Nonton TV! Sudah lama sekali saya tidak nonton TV. Ga ada waktu! Biasanya hari berlalu begitu cepat dengan kesibukan-kesibukan yang ada. Namun kali ini, waktu terasa berjalan sangat lambat.
Dari sekian banyak chanel yang ada, akhirnya pilihan jatuh pada “LIFE” chanel. Film dokumenter dengan judul “Eric Liddell”. Saya tidak pernah mendengar nama itu, namun saya tertarik untuk menyimak. Eric Liddell adalah seorang atlit marathon yang sangat terkenal di Scotland yang menolak untuk bertanding pada hari Minggu di Olimpiade 1942. Eric mengabdikan hidupnya menjadi seorang misionaris di China dan telah menyentuh banyak jiwa melalui pengabdiannya tersebut. Di akhir film dokumenter tersebut, ditampilkan murid-murid Eric yang masih hidup hingga saat ini, tentunya sudah berusia lanjut dan mereka memberikan kesaksian tentang hidup Eric yang sangat menyentuh mereka secara pribadi dan bagaimana mereka bisa melihat Kristus dalam apa yang dilakukan Eric.Untuk menyimak kisah Eric selanjutnya bisa lihat di Youtube http://www.youtube.com/watch?v=eqHEYnNSZeA
Kisah Eric sangat menyentuh buat saya. Saat itu saya baru menyadari betapa pelayanan yang saya anggap ‘sudah cukup banyak’ dan ‘sudah cukup porsi’ ternyata tidak ada apa-apanya dibanding pelayanan seorang misionaris. Mereka sungguh terjun untuk menjangkau orang-orang yang belum percaya Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat, mempertaruhkan jiwa dan raga.
Tentunya tidak semua orang memiliki panggilan dalam pelayanan seperti Eric. Namun terkadang kita lupa arti pelayanan itu sendiri ketika kita masih membawa ego kita dalam melayani Tuhan.
Sorenya saya diberkati lagi dengan kedatangan Vivi dan Andriaan yang membawakan oleh-oleh dari Solo – Bolu Gulo Jowo. Cocok untuk cemilan si bumil. Thanks Vivi dan Andriaan. Very thoughtful of you. God is good!
Hari Senin puji Tuhan hari itu sudah dapat orang untuk membantu pekerjaan rumah tangga, jadi saya bisa istirahat lebih banyak. Untuk mengisi waktu, saya mengerjakan beberapa tugas pelayanan yang sudah menumpuk. Ah, ternyata bedrest membawa hikmah. Semuanya selesai dalam satu hari… *feeling productive*
Selasa sudah tidak keluar flek dan saya sungguh berharap perkembangan yang baik untuk janin saya.
Kamis, 20 November 2014, kami kembali ke dokter untuk melihat perkembangan baby Nixon. Dalam penantian di ruang tunggu, hati saya berdebar-debar, tidak sabar untuk melihat perkembangan sang bayi. Anak-anak pun sudah tidak sabar ingin melihat adiknya.
Kembali dokter menyarankan untuk USG dalam. Tampilan di layar sungguh membuat saya sedih. Kantung kehamilan semakin pipih dan ukuran janin bukannya bertambah malah menyusut. Usia janin menurut mesin USG adalah 6 minggu 2 hari, dan ukurannya 0.49cm, dan masih juga belum terlihat ada detak jantung.
Rentang perbedaan antara usia kehamilan (10 minggu) dan usia menurut ukuran janin (6 minggu) menjadi 4 minggu. Terlalu besar gap nya, kata dokter. Akhirnya dokter pun menyampaikan pendapatnya. Menurut pengamatan dia, dan perkembangan dalam seminggu terakhir, dokter berkesimpulan bahwa janin yang saya kandung tidak berkembang dengan sempurna. Dokter menyarankan untuk dikuret.
KURET? Pikirku… beberapa kali saya mendengar kata ini dari teman-teman pernah mengalaminya. Tapi kali ini harus terjadi pada diri saya sendiri.
Dokter tetap memberi pilihan apabila kami masih ingin mempertahankan dan melihat perkembangannya seminggu lagi. Dia memberikan 2 surat, satu berisi surat pengantar untuk kuret sewaktu-waktu di RS tersebut, dan satunya adalah resep untuk vitamin selama seminggu.
Saya menceritakan tentang pendarahan dan mules yang saya alami hari Jumat lalu. Dokter mengatakan itu adalah salah satu reaksi alami dari rahim untuk mengeluarkan janin tersebut karena rahim tau kalau janin tersebut tidak berkembang.
Alvin menanyakan apa resiko dan apa yang akan terjadi bila kami membiarkannya dan tidak melakukan tindakan apa-apa. Dokter berkata bahwa lama-lama akan membusuk dan membahayakan ibunya, bisa terjadi pendarahan sewaktu-waktu dan itu berbahaya.
Kami keluar dari tempat praktek dokter dengan sedih dan kecewa. Apalagi saya teringat wajah Nicholas yang selalu menanyakan dan mendoakan adik bayi nya setiap malam.
Saya dan Alvin berdiskusi sejenak. Sedih dan tidak percaya itu terjadi pada kehamilan saya kali ini. Kami mencoba untuk meminta second opini malam harinya. Dokter yang kami temui adalah dokter yang juga sudah senior dan pernah memeriksa saya sewaktu hamil kedua anak saya.
Dokter ini melihat tampilan di layar USG dan menunjuk pada janin saya. Dia bilang, usia kehamilan ibu menurut LMP adalah 10 minggu. Usia janin ibu menurut ukuran di USG adalah 7 minggu. Dia tidak khawatir mengenai perbedaan antara usia dan ukuran janin. Dia juga tidak khawatir kalau hingga saat ini belum terlihat detak jantung. Dia juga tidak khawatir ketika saya menceritakan tentang flek dan pendarahan disertai rasa mules weekend lalu. Dia hanya menyarankan untuk banyak istirahat, tidak kelelahan dan meresepkan 2 vitamin penguat.
Sepulang dari dokter tersebut, saya dan Alvin semakin bingung. Entah apa yang harus kami lakukan. Mungkin mesin USG yang ada di RS itu sudah kuno sehingga tidak bisa melihat janin dengan jelas. Jadi dokter tersebut tidak terlalu khawatir akan ukuran janin. Saya coba bertanya pada 2 orang teman yang pernah mengalami flek dan kuret karena kasus yang sama. Teman yang pertama mengalami flek selama 5 bulan tapi janinnya berkembang dengan baik dan tidak ada masalah. Teman yang kedua mengalami 2x kuret karena janin tidak berkembang.
Jumat pagi, bangun tidur saya merasa sangat galau. Perasaan bercampur aduk. Bingung, sedih, dan merasa bersalah. Menuduh diri sendiri dengan berbagai tuduhan, seolah saya sedang mencari kambing hitam atas tidak berkembangnya janin ini. Melihat di kaca, rasanya wajah saya tidak karuan. Rambut saya berantakan. Mata saya tidak bersinar. Persis seperti ungkapan rasa galau dan frustasi.
Siang itu, saya memohon ampun apabila saya seringkali take things for granted, dan saya memohon agar Tuhan sendiri yang memberikan peneguhan akan pendapat kedua dokter ini.
“Tuhan, apabila janin ini memang tidak berkembang dengan sempurna, maka biarlah terjadi reaksi alami dari tubuh ini, dan sebaliknya apabila janin ini memang bisa dipertahankan, mohon campur tangan Tuhan yang menyempurnakan dan menguatkan,” begitu doa yang saya panjatkan.
Setelah saya selesai berdoa, saya merasa lebih lega. Beberapa teman menanyakan bagaimana hasil kontrol dengan dokter kemarin. Saya mensharingkan apa yang sedang kami gumulkan. Saya sangat bersyukur memiliki teman-teman yang sangat supportive dan selalu ada untuk saya.
Alvin tiba di rumah bersama anak-anak membawa bingkisan dari dua teman saya: Ika dan Ike. Ika menitipkan Nasi Ayam Panggang, dan Ike memberikan roti isi buatannya. Pas banget lagi laper… tadi siang cuma makan nasi dan abon – menu emergency. God is good! Thank you sweet ladies (tidak ada fotonya karena sangking lapernya ga sempat difoto).
Malamnya saya pergi ke ICARE, my second family at my home church. Setelah sekian lama tidak berkumpul dengan teman-teman (padahal baru 2 minggu saja), senang rasanya bisa bertemu kembali. Bersyukur sekali kalau malam itu saya hadir di ICARE karena ada kesaksian spesial dari Bapak Andy Prawira dari Bali, beliau menceritakan kisah hidupnya yang sungguh memberkati kami semua.
Beliau adalah anak yang terhilang karena tidak memiliki figur seorang ayah, dan mengalami berbagai pergumulan hidup yang luar biasa – drug, dugem hingga masuk penjara. Namun justru di penjara itulah dia bertobat dan keluar dari penjara menjadi seorang pribadi yang baru yang membawa perubahan bagi orang-orang yang terhilang. Kisah hidupnya yang kelam, justru Tuhan pakai sebagai bekal dalam pelayanannya saat ini. God is good!
Share this post to bless your friends