“Ketika wawancara kerja menjadi sesi konseling”


Nama saya Sri Pudji Astuti, saya berusia 34 tahun, lahir di Semarang, sudah berkeluarga. Anak saya satu.”

“Anaknya usia berapa?”

“Dua minggu.”

“Dua minggu?”

“Iya bu, betul dua minggu”

Sementara Sri melanjutkan bercerita mengenai sejumlah pengalaman kerjanya, saya sudah mempersiapkan apa yang akan saya katakan kepadanya.

“Maaf Sri, nanti anaknya siapa yang menjaga kalau kamu bekerja?”

” Suami saya bu. Atau, nanti kalau suami sudah mendapat pekerjaan, kami akan titipkan anak kami ke day care. Kan dekat rumah saya banyak day care. Atau kami akan cari orang untuk momong”

“Sepertinya memang sudah mantap untuk bekerja kembali ya Sri. Tapi kan anakmu masih kecil banget, kasian kalau dititipkan sama orang lain. Kalau saya boleh saran, sebaiknya jangan bekerja dulu sampai anakmu sudah agak besar. Kalau masih kecil, dititipkan pada orang lain kasian bu. Saya aja dulu jengkel kalau anak saya tidak berhenti menangis. Saya ibunya bisa jengkel, apalagi orang lain yang cuma dibayar untuk momong. Belum lagi anak sekecil itu daya tahan tubuhnya belum kuat benar, masih rentan dan sebaiknya diberi ASI saja. Selain karena ASI yang terbaik, kita bisa menghemat juga karena tidak perlu membeli susu formula. ”

Sri mengusap air mata yang tiba2 mengalir tak terduga. Saya memberikan sehelai tissue padanya.

” Maaf ya Bu, malah nangis di depan ibu….. Jadi saya tidak bisa ya bu kerja disini? Gara2 saya punya anak? ”

“Jangan salah paham Sri, bukan itu maksud saya. Jangan sampai Sri melihat anakmu menjadi beban, tapi sebaliknya, justru karena dia *penting dan berharga* maka saya menyarankan agar kamu menjaga anakmu di rumah saja sambil bisnis online misalnya. Dengan begitu, akan terjalin bonding ibu dan anak. Wanita itu ada musimnya. Saat ini waktunya kamu memberikan perhatian untuk si kecil. Meskipun saya mengerti bahwa ada kebutuhan lain yg mendesak sehingga kamu harus bekerja, coba untuk mencukupkan diri dengan apa yang ada dan cari alternatif lain. Nanti kalau anakmu sudah agak besar, kamu bisa kembali bekerja dan berkarir. Dulu saya begitu. Saya jagain anak2 sambil berjualan daster menyusui, jual aksesories, apa aja yang bisa disambi di rumah. Setelah anak2 sudah sekolah, barulah saya kembali membantu suami di kantor.”

Sri masih mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir.

Dan saya… Masih lanjut membagikan pengalaman saya saat saya menjadi seorang ibu kepada Sri.

“Makasih banyak bu untuk sharingnya, maaf kalau saya jadi emosional tadi.”
————

Sekarang saya tahu, bahwa Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi semua orang yang mengasihiNya.

Apa yang telah saya lalui dan alami, saya ingin membagikannya untuk menguatkan mereka yang membutuhkan.

#familyministry
#familyfirst