“Finding your innermost demon” – sebuah tulisan di atas awan.


Kala itu, dalam perjalanan Dubai ke Jakarta, saya berusaha untuk tidak tertidur, dengan harapan agar sesampainya di Jakarta saya bisa tidur di jam yang normal.

Agar tetap terjaga, saya menonton sebuah film Bollywood yang berjudul “Dear Zindagi”.


Saya bukan penggemar film India, bukan juga penggemar Shah Ruk Khan, tapi film ini saya pilih karena berada di Top 5 Emirates Picks.

15 menit pertama, film ini menceritakan tentang kisah hidup seorang wanita muda bernama Kaira yang kerap kali gagal dalam menjalin hubungan, baik dengan lawan jenis maupun dengan keluarga dan teman-teman wanitanya.

Masalah datang bertubi-tubi hingga akhirnya Kaira mengalami insomnia (kesulitan untuk tidur). Karena kondisi ini mengganggu aktifitas hariannya, Kaira memutuskan untuk berkonsultasi dan menjalani terapi dengan seorang psikiater yang diperankan oleh Shah Ruk Khan.

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya Kaira dapat mengeluarkan isi hatinya yang paling dalam pada dokter tersebut. Ternyata ketakutan Kaira untuk menjalin hubungan dengan sesama disebabkan oleh kepedihan yang dialaminya waktu kecil.

Pada usia 2 tahun, Kaira dititipkan pada kakek dan neneknya sementara orang tuanya pergi ke luar kota untuk merintis sebuah bisnis. Hari demi hari dilalui Kaira tanpa kasih sayang ayah ibunya meskipun kakek dan neneknya sangat mengasihinya.

Setelah Kaira bisa menggambar dan menulis, dia selalu mencurahkan isi hatinya berupa gambar dan tulisan yang dikirim kepada orang tuanya. Namun, orang tuanya sangat jarang membalas suratnya dengan berbagai alasan.

Hingga akhirnya setelah Kaira berumur 6 tahun, orang tuanya kembali membawa adik bayi Kaira. Hal ini membuat Kaira cemburu dan hatinya sangat terluka karena di mata Kaira, orang tuanya tampak lebih peduli dan sayang pada adiknya.

Pengalaman ini menggoreskan luka yang sangat dalam dan mempengaruhi kepribadian Kaira yang kelihatan sangat sombong, judes dan angkuh. Kerap kali dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis dia enggan untuk berkomitmen karena sesungguhnya Kaira takut ditinggalkan & dicampakkan, seperti perlakuan orang tuanya di masa lalu.

Setelah menceritakan masa kecilnya yang pedih, Kaira menangis sejadi-jadinya dan saat itu menjadi titik balik dalam hidupnya.

Sang terapis memberi nasihat agar masa lalunya tidak mem-“black mail” kebahagiaan di masa sekarang dan menghancurkan masa depan Kaira.

Sejak saat itu, Kaira mulai dapat melihat orang-orang di sekitarnya dengan kacamata yang berbeda. Dia dapat merasakan atmosfir yang positif kembali. Hubungan dengan ayah dan ibunya mulai pulih. Ibunya bahkan meminta maaf pada Kaira.

Akhir dari film ini tidak akan saya ceritakan – just in case ada yang ingin nonton sendiri.

Tapi moral dari film ini menurut saya sangat bagus. Karena tidak sedikit dari kita yang mengalami masa kecil yang kurang bahagia.

Banyak anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang yang penuh dari ayah dan ibunya. Mungkin orang tuanya sibuk mengurus bisnis atau bekerja.

Ada juga yang mengalami trauma yang luar biasa pada masa kecilnya. Contohnya, perceraian orang tua, meninggalnya orang tua atau saudara kandung, sebuah peristiwa atau kecelakaan yang membekas dalam hidupnya.

Ada lagi yang keluarganya utuh, namun ayah ibunya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Mereka tidak tahu bagaimana menjadi orang tua untuk anak-anaknya karena usia mereka terlalu muda ketika dikaruniai anak.

Sebagian mengalami trauma pada masa remaja. Mereka di bully atau dilecehkan, diputus pacar, di ghosting atau dilukai oleh pasangannya.

Banyak juga kasus dimana para orang tua secara tidak sadar menyakiti hati anak-anaknya karena mereka juga pernah terluka atau dilukai.

Atau para orang tua dengan segudang kesibukan dan rutinitas yang ada, kurang memberikan waktu dan perhatian sehingga anak-anak merasa diabaikan, tidak berharga dan tanki emosi anak-anak mereka menjadi kosong.

Hal-hal di atas akan mempengaruhi kepribadian dan emosi seseorang serta mempengaruhi hubungan dan cara dia berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Yang klise, umumnya yang menjadi korban adalah orang-orang terdekatnya seperti ayah, ibu, suami, istri dan anak-anak. Dan orang yang bersangkutan akan sulit untuk mensyukuri dan menikmati kehidupan yang telah dianugrahkan Tuhan kepadanya.

Pernah mendengar sebuah ungkapan bahwa orang yang tersakiti, cenderung akan menyakiti orang lain?

Hurt people hurt people.

Apabila kita merasa hal ini terjadi pada diri kita, anak-anak atau orang-orang terdekat kita, carilah pertolongan untuk membereskannya. Trauma atau kepedihan itu harus diproses hingga tuntas.

Caranya?
Konseling dengan orang yang tepat. Atau untuk langkah awal, kenali trauma atau kepedihan ini dengan merenung secara pribadi apa yang selama ini menjadi ‘demon‘ (setan) dalam diri kita.

Berdamailah dengan masa lalumu. Berdamailah dengan diri sendiri. Ampuni orang yang melukai hati kita dan berkati mereka.

Yang terakhir…. move on. Enjoy life. Hidup hanya sekali. Nikmati anugrah yang sudah Tuhan beri. Make the best of it.

Seorang raja bijaksana pernah berkata, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan”

Peila Silvie
16th May 2017
@Emirates Aircraft
Otw from Dubai – Jakarta

#relationship #startingright #trauma #hurtpeople #forgiveness

Leave a comment