Senin, 25 Februari 2013, jam 10 dokter datang untuk memeriksa Nielsen. Sejak Gammaraas masuk, yang berarti sudah lebih dari 24 jam, suhu tubuh Nielsen masih belum mencapai below 37⁰ C . Menurut dokter, biasanya dalam waktu 24 jam suhu tubuh akan kembali normal, tapi memang ada juga kasus dimana pemberian Immuno Globulin dilakukan 2x karena pemberian yang pertama tidak merespon. Namun itu sangat jarang. Tapi tidak apa-apa, dokter bilang, tunggu sampai besok.
Saya merinding membayangkan yang terburuk. Saya berusaha untuk berpikir positif, tapi tentu saja sebagai manusia selalu tersirat juga pikiran-pikiran negatif, apalagi sudah beberapa hari saya research dan memang ada kasus-kasus seperti itu. Di salah satu forum Kawasaki disease pernah diceritakan dimana seorang pasien yang ditangani oleh dokter yang juga tidak mengerti tentang komplikasi penyakit Kawasaki sehingga pasien ini harus berpindah rumah sakit yang berada di negara bagian (United States) yang lain untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
Setelah dokter meninggalkan kamar kami, saya menelepon adik saya. Saya merasa perlu didoakan oleh seorang hamba Tuhan. Saya merasa sangat lelah secara fisik dan mental. Saya memerlukan penyegaran rohani. Saya tanyakan apa di gerejanya ada pelayanan kunjungan yang bisa mampir kesini. Sebetulnya saya tidak enak kalau meminta hamba Tuhan itu datang jauh-jauh kesini, tapi menurut adik saya, biasanya memang ada kunjungan, mungkin per wilayah. Dia kan coba tanyakan ke pendeta yang biasa melayani dia.
Siang itu ada telepon masuk dengan nomor yang tidak saya kenal. Sejak memakai Blackberry, saya jarang sekali menerima telepon, kecuali dari teman yang tidak punya akses ke BBM, telepon dari luar negeri yang mungkin saja Mami atau adik saya atau sales asuransi dan kartu kredit (cukup familiar?).
“Halo.. Halo… Peila?” suara itu terdengar sangat familiar.
Meskipun sudah 7 tahun meninggalkan Australia, saya tidak sedikit pun ragu siapa yang menelepon saya. Itu suara Tante Indri. Tante Indri adalah salah seorang majelis di gereja saya sewaktu saya tinggal di Melbourne.
“Tante Indri? Halo Tante… ini Peila,” jawab saya senang.
“Peila, Tante sudah mendengar berita tentang anakmu, dan kami jemaat dan majelis disini turut prihatin dan terus mendoakan dari sini. Jangan berhenti berharap ya. Tuhan pasti akan sembuhkan anakmu.”
“Iya Tante, terima kasih sekali untuk perhatiaannya.”
“Ya Tante cuma ingin memberikan kamu support dari sini, kamu tidak sendiri ya Pei. Percayalah Tuhan pasti tolong. Yang kuat dan sabar ya.”
“Ya Tante, terima kasih.”
“Ya segitu aja ya Pei, Tante cuma mau sampaikan itu aja. God bless you.”
“Ok Tante, thank you. Bye.”
Wow, saya terharu. Begitu banyak perhatian dari teman-teman dan kerabat. Memang sejak Nielsen didiagnosa Kawasaki, saya mengumumkannya di Blackberry dan Facebook untuk memohon dukungan doa. Saya percaya doa-doa orang benar akan didengarNya.
Setelah makan siang, Nielsen teriak-teriak sambil menunjuk tangannya yang diinfus. Dia bilang,”Sakit, sakittt!” Saya panggil suster dan ternyata lengannya bengkak. Mungkin karena sudah 3 hari dan memang harus diganti. Oh tidak, terbayang bagaimana dia akan meronta, memohon dengan matanya. Saya tidak bisa membayangkan itu terjadi lagi. Tapi tidak ada pilihan lain. Infus harus tetap masuk.
Sewaktu infusnya dilepas, Nielsen sangat senang sekali dan dia pikir sudah selesai. Namun ketika kami mulai memegangnya untuk memasang infus di lengan sebelahnya, dia mulai teriak dan meronta, suaranya memohon dengan lirih.
“Ga mau Ma… ga mau… sakit….sakit….”
Saya bilang sama susternya, boleh tidak kasih waktu sebentar bebas infus sejenak. Nanti kalau sudah tenang kita bawa lagi kesini. Susternya mengijinkan.
Satu jam kemudian, suster masuk untuk cek suhu tubuh Nielsen. Kami terkejut karena suhunya di atas 38⁰ C. Sebelum infusnya dicabut, suhunya masih di atas 37⁰ C tapi tidak sampai 38⁰ C. Lalu susternya menyarankan untuk segera pasang infus lagi.
Dengan berat hati, saya harus membawa Nielsen lagi ke ruangan itu. Hati saya sudah menangis duluan. Saya tidak tega melihatnya, tapi saya harus melakukannya. Maaf ya Nielsen, ini demi kebaikanmu Nak.
Belum masuk saja Nielsen sudah menangis. Dia sudah tau tempat apa itu. Suster memanggil bala bantuan. Saya minta supaya yang memasang infus suster yang sudah berpengalaman. Seorang petugas laboratorium dipanggil untuk membantu. Saya memeluk Nielsen sambil menangis dalam hati. Sementara suster yang satu memegangi lengan Nielsen dan yang satu membantu memasang perban.
As I’m writing this section, Tuhan mengingatkan saya “Itu hanya jarum suntik yang kecil dan bukan paku di tangan”. Betapa besar kasihMu Tuhan, Engkau rela mengorbankan anakMu…. Saya membayangkan betapi hatiNya hancur ketika Yesus disiksa, dicambuk, dipaku, ditusuk dan disalib.
Sekitar jam 3.30, adik saya datang bersama kedua temannya, Lusi dan Fitri. Hari itu Ii AA membawa pesanan Nielsen yaitu susu kedele dan roti keju. Sejak Nielsen disapih, saya tidak memberi susu formula. Saya pikir dia sudah bisa makan nasi, dan nafsu makannya cukup baik, jadi sudah tidak perlu lagi susu. Selain itu, saya membaca satu buku yang mengindikasikan bahwa susu itu sebetulnya kurang baik bagi tubuh kita di kemudian hari, walaupun memang kandungan kalsiumnya sangat tinggi. Susu sapi untuk anak sapi – begitu katanya.
Nielsen senang melihat Ii AA, apalagi hari itu Ii AA membawa banyak mainan. Dia sibuk memilih mainan mana yang akan dia mainkan terlebih dahulu. Sementara saya, senang karena bisa relax sejenak, dan merasa terhibur karena ada teman ngobrol.
Dua jam kemudian, kami kedatangan tamu. Dia memperkenalkan diri sebagai hamba Tuhan yang ditugaskan untuk mendoakan saya dan Nielsen. Saya lupa tidak mencatat namanya. Sebelum kami mulai, kami berbincang-bincang sedikit tentang Nielsen. Lalu dia mulai membuka Alkitabnya.
Hamba Tuhan itu bertanya pada saya, dimana suami saya. Saya bilang kalau suami saya tidak ikut karena harus bekerja dan menjaga anak saya yang besar. Lalu dia bertanya lagi, apakah saya dan suami saya sering bersaat teduh dan berdoa bersama. Saya menggeleng.
Lalu dia menjelaskan bahwa suami istri itu harus sehati dan kalau bisa, mengadakan mezbah keluarga setiap hari.
Ya, saya sering mendengar kalimat itu, dan seringkali saya bertekad akan melakukannya. Tapi terus terang, terkadang untuk memulai itu sangat sulit. Saya bisa dengan mudah menyebutkan berbagai alasan mengapa saya belum melakukan itu. Pagi hari saya sibuk menyiapkan anak-anak sekolah sehingga tidak sempat, sedangkan malam hari saya menidurkan anak-anak dan ketika anak-anak sudah tertidur, begitu pula suami saya. Tapi saya tahu, seandainya kita mau, pasti bisa.
Lalu hamba Tuhan itu mulai dengan membacakan satu perikop dari Mazmur. Ayat-ayat itu begitu menyegarkan jiwa, menguatkan roh dan memberikan pengharapan yang teguh. Setelah itu kami dilayani dengan Perjamuan Kudus.
Setelah kami selesai, ada 3 orang lagi yang berkunjung, namun saya tidak mengenalnya. Sepasang suami istri dan seorang wanita. Ternyata mereka adalah teman persekutuan doa dari suami Ketty. Mereka datang untuk memberikan support dan doa. How wonderful! They don’t even know me and Nielsen, tapi kami adalah saudara di dalam Kristus.
Lagi-lagi saya tidak mencatat nama sepasang suami istri tersebut. Mereka buru-buru karena sudah ada acara selanjutnya. Yang wanita bernama Ci Lana – seorang wanita yang berpenampilan rapih dan anggun.
Ci Lana lalu memperkenalkan dirinya dan dia bercerita bagaimana dia dulu pernah menderita Kawasaki sewaktu dia kecil, tapi baru diketahui beberapa tahun terakhir ini. Awalnya, dia memeriksakan jantungnya, karena memang ada kelainan, dan dokter jantung ini memberi tahu dia kalau pembuluh darah yang menuju jantung itu melebar. Yang artinya, dokter ini menyimpulkan kalau Ci Lana ini sewaktu kecil pernah kena Kawasaki tanpa diketahui. Lalu Ci Lana menanyakan pada orang tuanya dan memang betul, orang tuanya ingat pernah suatu waktu ketika Ci Lana kecil mungkin usia 2 tahun, dia demam berhari-hari . Tapi waktu itu belum ada dokter yang mengetahui tentang penyakit Kawasaki di Indonesia. Setelah sekian lama akhirnya sembuh Ci Lana sembuh dengan sendirinya.
Ternyata memang betul, penyakit Kawasaki ini bisa sembuh sendiri seperti yang dibilang dokter di awal pemeriksaan Nielsen, tapi sebagian besar menyerang jantung dengan berbagai macam permasalahan seperti miokarditis yaitu peradangan pada otot jantung, efusi perikardial yaitu akumulasi cairan dalam jumlah berlebih di sekitar jantung dan aneurisma koroner yaitu terjadi penggelembungan abnormal yang terjadi pada bagian tipis dinding jantung. (Informasi ini saya ambil ketika membaca artikel tentang penyakit Kawasaki yang dimuat di koran Suara Merdeka hari Minggu, 16 Maret 2014 halaman 26)
Setelah mengetahui hal yang mengejutkan dari dokter ini akhirnya Ci Lana harus segera melakukan tindakan yaitu operasi bypass. Tapi, yang sulit adalah, Ci Lana harus menemukan dokter spesialis jantung anak dan dewasa karena anatomi jantung anak dan dewasa berbeda, dan Ci Lana harus melakukan 2 prosedur yaitu bypass dan operasi katup jantung. Puji Tuhan akhirnya Ci Lana menemukan satu orang dokter yang bisa melakukan operasi ini di Melbourne. Sekarang ci Lana sudah sehat dan saya sangat bersyukur sekali bisa berkenalan dengan Ci Lana dengan kesaksian hidupnya yang begitu ajaib.
Dia berkata kalau itu semua adalah mujizat Tuhan. Dia bisa bertahan begitu lama dengan kondisi jantung yang tidak berkembang namun diketahui pada saat yang tepat sehingga bisa diperbaiki sebelum terjadi kerusakan atau serangan jantung. Praise the Lord.
Jam 8 malam, Ii AA dan teman-temannya harus pulang karena keluarga menunggu di rumah – thanks Ladies. Sementara Ci Lana membantu saya membereskan meja dan kamar sebelum dia berpamitan.
Hari itu, dua siraman rohani yang tidak diduga saya dapatkan. Peringatan dari Tuhan untuk memulai mezbah keluarga, dan satu kesaksian yang hidup tiba-tiba saja datang untuk menguatkan saya, untuk mengingatkan saya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. It was a lovely day indeed.
Terima kasih Tuhan untuk kesetiaanMu, Engkau mengetahui apa yang aku perlukan dan Engkau menyediakanNya tanpa aku meminta.
Kemanakah aku dapat pergi
Menjauhi Roh Mu Tuhan
Kuberlari mendaki ke langit
Namun Engkau ada disana
Aku terbang dengan sayap fajar
Diam diujung bumi
Namun tanganMu menuntunku selalu
Bawaku mendekat padaMu
Reff:
Engkau Tuhan Allah Maha Tahu
Betapa dahsyatNya kuasaMu
HadiratMu kini penuhiku
Bawaku mendekat padaMu